Pertanyaan :
Ustad apakah hukum nya ( boleh / tidak) umroh dgn sistem pembiayaan atau cicilan?
Jawaban :
Umroh dan Haji adalah ibadah bagi orang yang mampu. Tidak ada anjuran dan keharusan bagi yang belum mampu melaksanakannya.
{…وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجّ البَيتِ مَنِ استَطَاعَ إلَيْهِ سَبِيلَا…}
“…Dan diantara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana…”
Banyaknya keutamaan dan pahala umroh serta keinginan yang tinggi untuk beribadah di tanah suci, maka dengan adanya paket umroh dengan membayar cicilan belakangan menjadi hal yang sangat menarik bagi sebagian kaum muslimin. Bahkan ada juga produk pembiayaan umroh dari Bank Syariah atau Lembaga Keuangan Syariah lainnya. Lalu bagaimana hukumnya melaksanakan umroh dengan pinjaman atau membayar cicilan setelahnya?
Kalau yang dimaksud adalah apakah umrohnya sah apabila biayanya dengan berhutang? Perlu diketahui bahwasanya umroh itu adalah suatu ibadah mahdhah yang prinsipnya kalau terpenuhi syarat dan rukunnya, maka hukumnya sah. Terkait bagaimana seseorang mendapatkan biaya untuk melaksanakan umroh, maka ini tidak ada kaitanya dengan sah dan tidaknya, karena bukan termasuk bagian dari rukun dan syarat umroh.
Lalu bagaimana terkait upaya memaksakan diri berhutang agar bisa umroh ataupun haji? Ada dua pendapat yang kami temukan dalam masalah ini :
Pendapat Pertama : Tidak perlu memaksakan melaksanakan umroh atau haji dengan berhutang.
Syekh Ustaimin ketika ditanya mengenai upaya sebagian orang yang berhaji dengan meminjam kepada perusahaan tempat dia bekerja, dan pelunasannya dengan cara potong gaji. Beliau menjawab :
الذي أراه أنه لا يفعل لأن الإنسان لا يجب عليه الحج إذا كان عليه في دين. فكيف إذا استدان ليحج؟ فلا أرى أن يستدين ليحج؛ لأن الحج في هذه الحال ليس واجباً عليه. والذي ينبغي له أن يقبل رخصة الله سبحانه وتعالى وسعة رحمته، ولا يكلف نفسه ديناً، لا يدري هل يقضيه أم لا؟ ربما يموت ولا يقضيه. فيبقى في ذمته
“Menurut pendapat saya, dia tidak perlu berbuat demikian, karena seseorang itu tidak wajib berhaji jika dia memiliki hutang, lalu bagaimana kalau dia berhutang untuk berhaji? Maka menurut saya, sebaiknya jangan berhutang untuk berhaji; karena haji dalam kondisi tersebut bukan merupakan kewajiban baginya, karenanya dia semestinya menerima keringanan Allah, keluasan dan kasih saying-Nya. Seseorang tidak dibebankan untuk berhutang yang dia tidak tahu apakah dapat melunasi atau tidak? Boleh jadi dia meninggal sebelum melunasi sehingga dia masih memiliki tanggungan”
Pendapat Kedua : Boleh umroh atau haji dengan cara berhutang kalau dimungkinkan bisa melunasinya.
Mengenai pendapat ini Al-Hathob Ar-Ru’ainy Al-Maliky dalam kitabnya Mawahib Al-Jalil mengatakan
من لا يمكنه الوصول إلى مكة إلا بأن يستدين مالا في ذمته ولا جهة وفاء له فإن الحج لا يجب عليه لعدم استطاعته، وهذا متفق عليه وأما من له جهة وفاء فهو مستطيع إذا كان في تلك الجهة ما يمكنه به لوصول إلى مكة
“…orang yang tidak memungkinkan baginya sampai ke Makkah kecuali dengan berhutang dan ia tidak memiliki kemampuan untuk melunasinya, maka haji baginya tidak wajib dikarenakan ketidakmampuannya. Ini adalah pandangan yang disepakati para ulama. Adapun orang yang mampu melunasinya, maka dikategorikan sebagai orang yang mampu seandainya ketika ia berhutang memungkinkan baginya untuk bisa sampai ke Makkah…” (Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashor Kholil, 2/505-506)
Al-Hathob mengklasifikasikan keadaan penghutang menjadi 2 :
- Penghutang yang memungkinkan baginya untuk melunasinya : Seandainya ada seorang muslim yang ingin berhaji namun dananya belum terpenuhi saat itu, namun setelah mempertimbangkan keadaan perekonomiannya ada kemungkinan bisa melunasinya, maka bisa dikategorikan orang yang mampu dan boleh untuk berhutang guna melaksanakan ibadah haji atau umroh.
- Penghutang yang tidak memungkinkan untuk melunasinya : Jika dengan melihat kondisi perkonomiannya, seseorang tidak memungkinkan untuk melunasi apabila berhutang, maka semestinya tidak memaksakan untuk umroh dengan berhutang.
Maka lebih baik, apabila seseorang yang belum mampu secara materi, hendaknya menunda umroh sampai tercukupi biayanya. Kalaupun tetap berkeinginan untuk umroh dengan cara mengambil paket umroh cicilan, ataupun mengajukan pembiayaan dari Bank Syariah atau Lembaga Keuangan Syariah lainnya, maka selain dia harus mempertimbangkan bisa melunasi apa tidaknya, tentunya perlu juga untuk memastikan akadnya harus sesuai dengan syariah, diantaranya tidak ada unsur riba.
Wallahu ‘Alam
Dijawab Oleh :
Ustadz Suratno, Lc., M.H.I
(Pengajar Ma’had Tahfidz Izzah Zamzam Surakarta, Mahasiswa S3 Syari’ah di King Abdulaziz University Jeddah, KSA)
Referensi :
- Al-Hathob Ar-Ru’aini Al-Maliky, Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashor Kholil, Darul Fikr, Cetakan kedua (1412 H)
- Syeikh Al-Utsaimin, Majmu’ Fatawa wa Rosail Fadhilatis Syeikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin, Darul Wathon (1413H).